Saya telah banyak membaca beberapa artikel mengenai temu hitam (baca: temu ireng, koneng hideung, dll). Namun beberapa keterangan seringkali terpencar-pencar dalam beberapa artikel yang berbeda. Untuk itu saya akan mencoba menyatukannya kali ini. Beberapa sumber kebanyakan diambil dari internet, sebagian lagi dari beberapa pustaka tertulis, dan sebagian kecil dari jurnal-jurnal yang pernah saya baca. Saya tambahkan pula dengan pengamatan saya saat di lapangan mulai dari kondisi di lahan (ex vitro) dan laboratorium (in vitro).
Temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.)merupakan tanaman herba (berfungsi sebagai tanaman obat) yang berasal dari daerah Asia Tenggara. Tanaman ini menyebar dengan baik mulai dari daerah Burma (Myanmar), Kamboja, hingga Indonesia. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada ketinggian 400 - 1000 m dpl. Sebetulnya keterangan yang lebih umum saya dapatkan ketinggiannya adalah 400 - 700 m dpl, akan tetapi salah satu keterangan menyebutkan bahwa tanaman ini juga mampu tumbuh di dataran tinggi hingga 1000 m dpl.
Temu hitam mampu tumbuh hingga mencapai tinggi 2 m. Tanaman ini merupakan tanaman herba tahunan. Daun temu hitam dari kebanyakan artikel yang saya baca memiliki garis pertulangan daun yang berwarna ungu-kemerahan yang terlihat sangat jelas. Akan tetapi ketika saya meminta salah seorang staf dari suatu balai penelitian di Bogor untuk menunjukkan tanaman temu hitam yang ada di lapang, ternyata garis warna merah-keunguan tersebut hanya tampak tipis saja. Saya mencoba membandingkan dengan daun pada tanaman temu putih, ternyata pada tanaman temu putih, garis pada pertulangan daunnya berwarna merah keunguan lebih tebal dibandingkan dengan temu hitam. Jadi, saran saya, saat anda perlu untuk membedakan antara tanaman temu hitam dan tanaman temu-temuan yang lain, akan lebih bijak untuk menghindari pengamatan melalui daun, kecuali jika anda telah ahli dalam melakukannya. Gunakan rimpang temu-temuan untuk membedakan tanaman yang satu dengan tanaman yang lain.
Rimpang tanaman temu hitam, berbeda dengan tanaman temu-temuan yang lain. Saat rimpang temu hitam dibelah secara vertikal, akan terlihat warna biru-kehitaman melingkar pada bagian rimpang yang berwarna putih. Perlu diingat bahwa warna kehitaman ini hanya akan tampak jelas pada rimpang induk (rimpang yang telah cukup tua). Pada rimpang anakan, atau rimpang cabang, warna kehitaman ini tidak akan terlalu tampak, meskipun memang sedikit terlihat apabila anda memperhatikan dengan seksama. Mungkin warna biru-kehitaman inilah yang menyebabkan tanaman ini diberi nama temu hitam, temu ireng, dsb.
Rimpang temu hitam memiliki aroma menyengat yang khas. Apabila anda mencoba mencium aromanya dengan seksama, anda bahkan bisa membedakan aroma rimpang temu hitam dengan rimpang temu-temuan lain (saya telah mencobanya pada rimpang temu hitam dan temu mangga). Aromanya yang khas kemungkinan besar disebabkan oleh kandungan minyak atsiri yang terkandung didalamnya.
Perbungaan (struktur bunga) pada tanaman temu hitam keluar dari bagian samping batang semu dengan mahkota luar bagian tepi berwarna merah keunguan, sedangkan bagian dalam berwarna putih kekuningan. Untuk struktur bunga ini sendiri saya belum pernah melihatnya secara langsung di lapangan.
Berikut merupakan sistematika tanaman temu hitam :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma aeruginosa
Khasiat Temu Hitam
Temu hitam acap kali digunakan dalam ramuan obat tradisional. Memang pada dasarnya rimpang tanaman temu-temuan lain lebih sering digunakan dalam pembuatan jamu dan diproduksi lebih banyak dari rimpang temu hitam, sebut saja temulawak, kunyit, dsb. Tetapi bukan berarti bahwa rimpang tanaman ini tidak digunakan sama sekali dalam pembuatan jamu atau obat-obatan tradisional. Saya sering membaca mengenai artikel tentang 'jamu cekok' yang sering digunakan untuk menambah nafsu makan pada anak-anak dan balita di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur (jujur saja, saya belum pernah mencobanya sama sekali =p ), dan salah satu bahan (bahan dasar) dalam pembuatan jamu ini adalah rimpang temu hitam. Khasiat dari rimpang antara lain sebagai obat cacing, pendarahan saat haid/nifas, reumatik, luka menahun, peluruh angin (maaf, kentut maksudnya ^^), memperlancar peredaran darah, dan mengurangi lemak tubuh (pacar saya pernah minum, tapi langsung protes karena pahit). Rimpang tanaman temu hitam juga berpotensi ganda sebagai sumber karbohidrat (artinya bisa sebagai sumber pangan). Selain bagian rimpang, bagian daun dari tanaman temu hitam juga dapat digunakan sebagai bahan baku pengobatan karena kandungan minyak esensialnya yang cukup tinggi. Kandungan senyawa kimianya terdiri dari pati, damar, lemak, dan minyak atsiri.
Budidaya Tanaman Temu Hitam
Tanaman temu-temuan memiliki prospek yang cukup baik di Indonesia. Apabila anda berminat untuk menanam di pekarangan anda atau di lahan komersil, berikut beberapa teknik budidayanya. (Tips berikut diambil dari buku 'Budidaya Secara Organik: Tanaman Obat Rimpang' dari penerbit Penebar Swadaya).
Lokasi tumbuh :
Pembibitan :
Tanaman temu hitam dapat diperbanyak dengan rimpang ataupun memisahkan anakan dari rumpun.
Dengan rimpang :
Persiapan lahan :
Penanaman :
Pemanenan :
Sekilas Budidaya Secara In Vitro
Penelitian yang saya lakukan merupakan perbanyakan tanaman (tunas) temu hitam, hanya saja melalui kultur jaringan. Tanaman temu hitam ditanam didalam botol berisi media aseptik dan diperbanyak melalui subkultur secara berkala. Secara garis besar, perbanyakan melalui subkultur plantlet ini cukup mudah (plantlet : tanaman utuh dalam kultur in vitro). Tanaman ini dapat diperbanyak dengan memisahkan anakan dari rumpun induknya. Hanya saja kesulitan saya temukan saat melakukan aklimatisasi (memindahkan tanaman dari dalam botol ke luar). Entah karena faktor keteledoran saya, atau karena tanaman dan lingkungan, akhirnya hanya sedikit tanaman yang mampu bertahan. Perlu diingat bahwa pada beberapa spesies tanaman (temu-temuan) yang dipindahkan dari kultur in vitro menuju ex vitro, banyak yang belum mampu menghasilkan rimpang pada generasi pertama. Rimpang baru dapat diproduksi pada generasi kedua atau ketiga setelah efek dari media tanam in vitro dapat dinetralisir oleh tanaman.
Semoga artikel ini bermanfaat.
Temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.)merupakan tanaman herba (berfungsi sebagai tanaman obat) yang berasal dari daerah Asia Tenggara. Tanaman ini menyebar dengan baik mulai dari daerah Burma (Myanmar), Kamboja, hingga Indonesia. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada ketinggian 400 - 1000 m dpl. Sebetulnya keterangan yang lebih umum saya dapatkan ketinggiannya adalah 400 - 700 m dpl, akan tetapi salah satu keterangan menyebutkan bahwa tanaman ini juga mampu tumbuh di dataran tinggi hingga 1000 m dpl.
Temu hitam mampu tumbuh hingga mencapai tinggi 2 m. Tanaman ini merupakan tanaman herba tahunan. Daun temu hitam dari kebanyakan artikel yang saya baca memiliki garis pertulangan daun yang berwarna ungu-kemerahan yang terlihat sangat jelas. Akan tetapi ketika saya meminta salah seorang staf dari suatu balai penelitian di Bogor untuk menunjukkan tanaman temu hitam yang ada di lapang, ternyata garis warna merah-keunguan tersebut hanya tampak tipis saja. Saya mencoba membandingkan dengan daun pada tanaman temu putih, ternyata pada tanaman temu putih, garis pada pertulangan daunnya berwarna merah keunguan lebih tebal dibandingkan dengan temu hitam. Jadi, saran saya, saat anda perlu untuk membedakan antara tanaman temu hitam dan tanaman temu-temuan yang lain, akan lebih bijak untuk menghindari pengamatan melalui daun, kecuali jika anda telah ahli dalam melakukannya. Gunakan rimpang temu-temuan untuk membedakan tanaman yang satu dengan tanaman yang lain.
Rimpang tanaman temu hitam, berbeda dengan tanaman temu-temuan yang lain. Saat rimpang temu hitam dibelah secara vertikal, akan terlihat warna biru-kehitaman melingkar pada bagian rimpang yang berwarna putih. Perlu diingat bahwa warna kehitaman ini hanya akan tampak jelas pada rimpang induk (rimpang yang telah cukup tua). Pada rimpang anakan, atau rimpang cabang, warna kehitaman ini tidak akan terlalu tampak, meskipun memang sedikit terlihat apabila anda memperhatikan dengan seksama. Mungkin warna biru-kehitaman inilah yang menyebabkan tanaman ini diberi nama temu hitam, temu ireng, dsb.
Rimpang temu hitam memiliki aroma menyengat yang khas. Apabila anda mencoba mencium aromanya dengan seksama, anda bahkan bisa membedakan aroma rimpang temu hitam dengan rimpang temu-temuan lain (saya telah mencobanya pada rimpang temu hitam dan temu mangga). Aromanya yang khas kemungkinan besar disebabkan oleh kandungan minyak atsiri yang terkandung didalamnya.
Perbungaan (struktur bunga) pada tanaman temu hitam keluar dari bagian samping batang semu dengan mahkota luar bagian tepi berwarna merah keunguan, sedangkan bagian dalam berwarna putih kekuningan. Untuk struktur bunga ini sendiri saya belum pernah melihatnya secara langsung di lapangan.
Berikut merupakan sistematika tanaman temu hitam :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma aeruginosa
Khasiat Temu Hitam
Temu hitam acap kali digunakan dalam ramuan obat tradisional. Memang pada dasarnya rimpang tanaman temu-temuan lain lebih sering digunakan dalam pembuatan jamu dan diproduksi lebih banyak dari rimpang temu hitam, sebut saja temulawak, kunyit, dsb. Tetapi bukan berarti bahwa rimpang tanaman ini tidak digunakan sama sekali dalam pembuatan jamu atau obat-obatan tradisional. Saya sering membaca mengenai artikel tentang 'jamu cekok' yang sering digunakan untuk menambah nafsu makan pada anak-anak dan balita di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur (jujur saja, saya belum pernah mencobanya sama sekali =p ), dan salah satu bahan (bahan dasar) dalam pembuatan jamu ini adalah rimpang temu hitam. Khasiat dari rimpang antara lain sebagai obat cacing, pendarahan saat haid/nifas, reumatik, luka menahun, peluruh angin (maaf, kentut maksudnya ^^), memperlancar peredaran darah, dan mengurangi lemak tubuh (pacar saya pernah minum, tapi langsung protes karena pahit). Rimpang tanaman temu hitam juga berpotensi ganda sebagai sumber karbohidrat (artinya bisa sebagai sumber pangan). Selain bagian rimpang, bagian daun dari tanaman temu hitam juga dapat digunakan sebagai bahan baku pengobatan karena kandungan minyak esensialnya yang cukup tinggi. Kandungan senyawa kimianya terdiri dari pati, damar, lemak, dan minyak atsiri.
Budidaya Tanaman Temu Hitam
Tanaman temu-temuan memiliki prospek yang cukup baik di Indonesia. Apabila anda berminat untuk menanam di pekarangan anda atau di lahan komersil, berikut beberapa teknik budidayanya. (Tips berikut diambil dari buku 'Budidaya Secara Organik: Tanaman Obat Rimpang' dari penerbit Penebar Swadaya).
Lokasi tumbuh :
- Daerah dengan curah hujan 900 - 1.250 mm per tahun, dengan musim kering yang nyata.
- Habitat paling sesuai adalah pada daerah ternaungi dengan kelembaban tinggi.
- Dapat tumbuh pada semua jenis tanah, akan tetapi lebih baik berpasir dengan drainase yang baik.
Pembibitan :
Tanaman temu hitam dapat diperbanyak dengan rimpang ataupun memisahkan anakan dari rumpun.
Dengan rimpang :
- Semai rimpang temu hitam dengan ditutupi tanah sedalam 10 - 15 cm pada tempat teduh dan lembab
- Siram persemaian pada saat pagi dan sore dan jaga agar tetap lembab
- Saat tunas muncul, potong-potong rimpang dengan ukuran cukup besar. Tiap rimpang sebaiknya terdiri dari 2-3 mata tunas.
- Angin-anginkan rimpang di tempat teduh selama kurang lebih 2 hari sebelum ditanam
- Pisahkan anakan dengan menggali tanah disekitar anakan
- Potong rimpang yang menghubungkan anakan dengan induk
- Anakan yang telah dipisahkan dapat langsung ditanam
Persiapan lahan :
- Bersihkan lahan dari gulma dan cangkul hingga kedalaman 20 - 30 cm untuk memperbaiki struktur tanah
- Biarkan lahan selama satu minggu setelah pengolahan
- Lakukan pemupukan dengan pupuk kandang atau kompos sebanyak 15 - 20 ton per hektar (tabur merata di lahan)
- Buatlah bedengan dengan ukuran lebar 2 m dan sesuaikan panjangnya dengan kondisi lahan. Tinggi bedengan biasanya sekitar 25-45 cm dan jarak antar bedengan 30-50 cm
Penanaman :
- Buatlah lubang tanam dengan jarak tanam 25 cm x 45 cm (artinya dalam satu barisan 25 cm, dan antar barisan 45 cm). Kedalaman lubang tanam dibuat sekitar 20 cm
- Biarkan lubang terbuka selama 1 minggu
- Masukkan bibit dengan posisi tunas tegak, kemudian bumbun sampai rata dengan tanah
- Lakukan penyulaman 2 minggu setelah penanaman bila ada tanaman yang mati
- Apabila akar atau rimpang terlihat muncul di permukaan, lakukan pembumbunan
- Lakukan penyiangan dengan hati-hati secara manual
- Berikan pupuk susulan setelah tanaman berumur 6 bulan. Lakukan pemupukan setelah penyiangan
- Apabila tidak hujan, lakukan sistem leb untuk pengairan (intinya genangi bedengan dengan air)
- Musnahkan tanaman dengan cara memotong dan membakarnya agar tidak menular (biasanya hama berupa ulat Kerana diocles)
- Kendalikan secara manual apabila hama masih sedikit
- Lakukan penyemprotan hanya apabila serangan sudah meluas. Sedapat mungkin gunakan pestisida nabati. (anda bisa membuatnya dengan mengekstrak daun sirsak serbuk biji mimba yang dicampur dengan ekstrak brotowali). Lakukan penyemprotan saat pagi (sebelum matahari terbit) atau sore hari
Pemanenan :
- Lakukan pemanenan saat bagian tanaman diatas permukaan tanah tampak mengering. Umur tanaman 10 bulan bila bibit berasal dari rimpang induk, atau 2 tahun bila bibit berasal dari rimpang anakan
- Gali tanah dengan garpu secara hati-hati
- Bersihkan rimpang dari tanah dan kotoran kemudian cuci dengan air hingga bersih
- Angin-anginkan rimpang hingga kering dari air
- Simpan rimpang di tempat yang bersih dan kering
Sekilas Budidaya Secara In Vitro
Penelitian yang saya lakukan merupakan perbanyakan tanaman (tunas) temu hitam, hanya saja melalui kultur jaringan. Tanaman temu hitam ditanam didalam botol berisi media aseptik dan diperbanyak melalui subkultur secara berkala. Secara garis besar, perbanyakan melalui subkultur plantlet ini cukup mudah (plantlet : tanaman utuh dalam kultur in vitro). Tanaman ini dapat diperbanyak dengan memisahkan anakan dari rumpun induknya. Hanya saja kesulitan saya temukan saat melakukan aklimatisasi (memindahkan tanaman dari dalam botol ke luar). Entah karena faktor keteledoran saya, atau karena tanaman dan lingkungan, akhirnya hanya sedikit tanaman yang mampu bertahan. Perlu diingat bahwa pada beberapa spesies tanaman (temu-temuan) yang dipindahkan dari kultur in vitro menuju ex vitro, banyak yang belum mampu menghasilkan rimpang pada generasi pertama. Rimpang baru dapat diproduksi pada generasi kedua atau ketiga setelah efek dari media tanam in vitro dapat dinetralisir oleh tanaman.
Semoga artikel ini bermanfaat.
No comments:
Post a Comment